Oleh : Ayat Al Akrash
Bram Menikah
Bram bercerita pada Andre bahwa ia akan menggenapkan
setengah diennya dan Insya Allah dalam waktu dekat. Andre turut bahagia
mendengar penuturan saudaranya itu. Namun Bram sendiri belum tahu siapa
orangnya, karena ia percaya sepenuhnya kepada pilihan ustadznya. Mendengar itu,
Andre percaya bahwa Allah akan memberi yang terbaik untuk Bram.
Seminggu
kemudian Bram mendapat sebuah amplop dari ustadznya. Dengan hati berdebar, namun
tetap tenang, ia membuka biodata sang akhwat. Bram termangu membaca nama
calonnya itu… Sita Anggraini… Ya Rabbi… Sungguh tak akan lari gunung di kejar,
gumam Bram.
Di tempat lain…, Sita juga menerima amplop dari murabbiyahnya
dengan perasaan tenang. Ketika ia membuka dan membaca nama calonnya…. Bram
Adhiyaksa…, Sita setengah berbisik menyebut nama itu. Ya Rabbi…
Proses
ta’aruf (perkenalan) Bram dan Sita berlangsung singkat. Bram datang meminang ke
rumah Sita. Pernikahan berlangsung sederhana dan menggunakan hijab yang berupa
tanaman-tanaman. Puluhan aktivis rohis datang pada acara yang sangat bersejarah
dalam kehidupan manusia itu.
Lagu-lagu nasyid diputar saat itu. Bram
yang gemar dengan nasyid Izzis dan Shoutul Harakah terpaksa harus menggantinya
dengan nasyid yang slow, karena tak mungkin di hari perhikahannya ia memutar
nasyid genderang perang.
Keluarga Pejuang
“Jika
bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.” (QS. 9:24). Suatu hari Bram merasa gundah, kalau berangkat
istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang
malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam
diatas 24.00.
Dia katakan pada Sita, "Dek…, kita ini dipertemukan oleh
Allah dan kita menemukan cinta dalam dakwah. Apa pantas sesudah dakwah
mempertemukan kita lalu kita meninggalkan dakwah. Saya cinta kamu dan kamu cinta
saya, tapi kita pun cinta Allah". Bram pergi menerobos segala hambatan dan
pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik
setelah beberapa hari.
Aksi 12 Mei
Kepada para
mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di
persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah
menggoreskan,
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
Wahai
kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi
mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta
Rasulullah
SAW bersabda, “Di hari kiamat, Allah akan menaungi pemuda yang berani mengatakan
yang haq di depan penguasa yang zalim.”
Berlandaskan hadits ini,
aksi-aksi mahasiswa marak di berbagai daerah di tanah air.
Dan Aksi 12
Mei. Aktivis rohis yang bergabung, berjumlah dua ratus orang lebih. Bram ikut
memimpin gerakan mahasiswa untuk merobohkan rezim
Soeharto yang telah
berkuasa selama 32 tahun. Bram dan aktivis rohis lainnya, mendesain sebuah aksi
turun ke jalan, untuk kali yang pertama.
Namun tak disangka, aparat
bersikap repsesif. Mahasiswa berlari ke dalam kampus menyelamatkan diri dari
tembakan aparat. Bram yang berada di depan terkena tembakan peluru di perutnya.
Seorang Satgas dari Senat berhasil menariknya ke dalam kampus sebelum sempat
dipukuli oleh aparat.
Dan yang terjadi selanjutnya mirip dengan
perjuangan intifadah rakyat Palestina. Dimana mahasiswa berusaha mempertahankan
diri dengan melemparkan batu, botol aqua dan apa saja yang bisa dipungut di
jalan kepada aparat yang bersenjata api.
Balasan yang 'sangat amat baik
sekali' dari aparat keamanan. Tiap kali terdengar letusan senapan yang keras dan
menggetarkan kaca-kaca di
Gedung M, massa mahasiswa spontan berteriak
'Allahu Akbar'. Mahasiswa yang tidak kuat menahan emosi berteriak-teriak
istighfar dan mengutuk perbuatan aparat bermoral binatang. Karena bantuan
alat-alat medis yang kurang, korban dibawa ke Gedung I.
Inna Lillahi Wa
Ina Lillahi Roji'un, mahasiwa yang sedang berbaring ini sudah tidak bernyawa.
“Tidak ada nafasnya!” seru seorang rekan ketika tidak merasakan aliran nafas
dari hidungnya. Tidak kuat menahan emosi yang sedang terjadi, beberapa mahasiswa
beristighfar menyebut nama Allah Swt, dan lainnya menyerukan untuk mengadakan
pembalasan, sebagian lagi berusaha menahan emosi rekannya. "Tidak ada gunanya
dilawan", "Jangan ada korban lagi", semuanya mundur, rekan kita sudah ada yang
meninggal, Mundur semua!” jerit beberapa rekan mahasiwa.
Mahasiswa-mahasiwa yang berada di barisan depan terus melempari petugas
dan berteriak-teriak histeris. Kabar kematian rekan mahasiswa tampaknya malah
membakar emosi mahasiswa barisan depan tersebut.
Bram Meninggal
Bram dalam kondisi kritis. Darah mengalir deras. Teman-teman segera
membawanya ke rumah sakit. “Bram…. Bram….,” panggil Andre dengan wajah sangat
cemas. Bram melihat wajah Andre, semula jelas… namun pandangannya kabur dan
semuanya menjadi gelap.
Sudah satu bulan Bram ada di rumah sakit. Banyak
aktivis yang menjenguknya. Dan pada minggu ke enam, Bram sudah diperbolehkan
pulang ke rumah.
Namun sejak penembakan itu, Bram tak bisa lagi berjalan
seperti biasa. Karena pukulan keras di kepalanya dari aparat, membuatnya sering
pusing.
Pun tembakan di perutnya, meninggalkan luka yang membekas dan
terkadang sangat sakit ia rasakan. Namun meskipun demikian, Bram masih
mengontrol jalannya aktivitas da’wah di kampus melalui HPnya. Terkadang para
ikhwah bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan dalam da’wah. Ataupun
sekedar ber-sms untuk bertanya tentang Islam. Dan hal itu sudah menjadi
kebiasaan bagi Andre.
Suatu hari, ada rapat mendesak yang membutuhkan
kehadiran Bram. Walau sang isteri sudah berusaha mencegahnya, namun Bram tetap
bersikeras. Ia dijemput Andre. Dan mereka bersama-sama menuju tempat syuro.
Syuro itu berlangsung satu hari penuh.
Pukul 02.00, Bram tiba di depan
rumah. Ternyata sang isteri tercinta telah menantinya. Bram duduk di kursi tamu,
melepas kepenatan. Sita berjongkok di hadapan Bram dan membukakan kaos kakinya.
“Wah…, Mama .. baik sekali,” ujar Bram dengan nada lembut. Sita terdiam. Ia
menyunggingkan senyum. Entah mengapa, hari ini perasaan Sita tidak enak. Ia
ingin selau berada di dekat suaminya. “Air panasnya sudah siap, Bang…,” Sita
mengambilkan handuk. Bram terduduk di kursi sambil memegang agenda syuro. Ia
segera membersihkan diri malam itu.
Saat subuh menjelang. Suhu badan
Bram sangat tinggi, ia menggigau. Sita panik, tetapi ia tetap berusaha berfikir
jernih. Ia segera menghubungi abang kandungnya yang tinggal tak jauh dari
rumahnya. Mereka lantas bersama-sama membawa Bram pergi ke rumah sakit. Semua
ikhwah menjenguknya. Sudah seminggu Bram ada di rumah sakit. Sita senantiasa
membacakan Al Qur’an di samping Bram. Sakitnya kian
memburuk.
**
Suatu malam di Rumah Sakit... Bram memanggil Sita…
dan memberi isyarat agar Sita mendekat. Sita segera mendekatkan telinganya di
dekat wajah
Bram. Ia berwasiat, “Dek… jaga diri baik-baik. Dirikan
shalat. Jaga anak kita nanti, didik ia menjadi mujahid di jalan Allah,” ujar
Bram. Sita yang kandungannya telah berusia delapan bulan, sudah tak terbendung
lagi air matanya. Ia menangis terisak-isak. Demi mendengar isakan tangis Sita,
Andre terbangun dari tidurnya dan mendekati Bram. Beberapa ikhwan yang tengah
menunggu di luar kamar pasien, juga terbangun. Bram menghadapi sakaratul maut.
Sita dan Andre membimbing Bram agar mengucapkan “Laa illaha ilallah…”, namun
lidah Bram yang setiap harinya memang tak lepas dari zikir, dapat dengan lancar
mengucapkannya.
“Innalilahi wa inna ilaihi raji’un….” Andre
mengucapkannya dengan nada tertahan, ketika tubuh Bram sudah lemas dan terbujur
kaku.
Semua ikhwan yang menyaksikan hal itu, terdiam. Kepala mereka
tertunduk…
Sepeninggal Bram, semua yang dirintisnya membuahkan hasil.
Demi mendengar kisah kegigihannya dalam menegakkan Islam, telah membangkitkan
militansi puluhan aktivis lainnya. Dan dari puluhan aktivis ini, lahirlah
mujahid-mujahid baru. Regenerasi terus berlanjut. Mewariskan nilai-nilai
keislaman yang telah Bram tanamkan di dalam diri teman-temannya. Pun bagi Andre,
Bram adalah sosok teladan yang selau memberi motivasi kepada dirinya.
intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar