Hari sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB, ada
yang masih harus kukerjakan sebetulnya, namun karena besok pagi aku harus
mengajar, akhirnya dengan berat hati, aku shut down juga GTC Mileniaku.
Aku langsung tidur? ternyata tidak, aku harus mempersiapkan bahan mengajar besok pagi. Kubuka Basic Financial Managemen-nya Athur Keown, lambat kubaca mengenai bond and stock. Awal-awalnya mataku masih bisa diajak kompromi, tapi karena keletihan bergumul dengan waktu dari pagi hingga sore hari kemaren, pertahanan fisikkupun roboh.
Kulirik jam tua yang bergantung di dinding, ah sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, aku letih sekali, aku tidak bisa meneruskan bacaanku, sebaiknya aku tidur… Namun perang batin mulia berkobar dalam hati dan kantukku, hati yang satu mengatakan, “Jangan tidur dulu, kamu belum memahami betul materi besok pagi, apa yang akan kamu ajarkan besok, bagaimana kalau mahasiswa bertanya, apakah kamu siap menjawabnya, mengajar adalah amanah dari Allah loh”.
Hatiku yang satu lagi mengatakan, “Sudahlah, tidur saja, kesehatan lebih utama, pasti kamu bisa mengatasi materi kuliah besok di kelas, bukankah materi itu juga sudah pernah kamu berikan semester dulu, kamu pasti bisa”. Hati ku galau, malam itu aku benar-benar tidak bisa konsentrasi, aku tak bisa memahami penuturan Athur Keown, kantuk berkuasa atas diriku. Apa yang kubaca hanya sedikit saja yang menempel, akhirnya aku memutuskan untuk tidur, minimal 2 jam saja, agar aku bisa gelar sajadah di akhir pertiga malam. Akupun terlelap, hitungan matematik mengenai bond and stock versi Athur Keown tetap tidak aku pahami.
Nekat, aku betul-betul nekat memberanikan diri masuk kelas. Dengan sedikit bekal membaca setelah subuh, aku mulai menguraikan satu persatu materi yang harus aku sampaikan. Menit-menit pertama aku masih bisa mrnguasai diri. Oh my God, ternyata aku benar-benar tidak siap, selanjutnya lidah ku kelu, aku nervous. Ratusan pasang mata di depan ku seolah-olah siap melumatku hidup-hidup. Sebentar-sebentar tanganku sibuk membolak-balik textbook.
Aku berusaha menenangkan diri, tapi keringat dingin tak kuasa kuhentikan mengalir. Waktu dua jam terasa begitu lama, aku tersiksa karena ketidaksiapan ini. Ingin rasanya aku kabur, melarikan ketidakberdayaaanku, menyembunyikan kekuranganku. Ya Rabbana, ampuni atas ketidakamanahanku hari ini, maafkan aku, aku tidak siap hari ini, begitu gumam hatiku pilu.
Kuturuni anak tangga, langkah ku gontai, aku menyesal sekali tidak mempersiapkan diri. Seandainya aku tidak teruskan menulisku sampai larut malam, seandainya aku tidak menunda-nunda pekerjaan, seandainya aku tidak, ah..seribu seandainya jadi kambing hitam, yah seandainya saja aku menyadari kewajibanku, tentu tidak akan begini jadinya, aku mengutuki diri ku sendiri.
Kejadiaan pagi itu benar-benar menjadi catatan sendiri dalam proses kehidupanku, aku ambil hikmahnya. Allah telah membukakan mata hatiku tentang sebuah kewajiban dan tanggungjawab, tidak saja terhadap pekerjaan ku, tapi juga amanah diriku sebagai khalifah di muka bumi ini.
Suatu hari nanti, dimana sangkakala ditiupkan, dunia dihancurkan, aku akan dimintai tanggung jawab. Tidak saja aku sendirian yang ditanyai, tapi seluruh makhluk, akankah aku siap?
Persiapanku untuk menghadapi hari yang sudah pasti itu tentu lebih utama dari sekedar persiapanku atas urusan dunia. Tapi aku sering tidak menyadarinya, aku sering lupa. Jika menghadapi mahasiswa saja bila tidak siap, sudah begitu membuatku tersiksa, bagaimana kelak jika aku tidak mempunyai persiapan apa-apa, apa yang akan aku katakan jika aku ditanyai-Nya, apa jawabanku jika Rabbku menghadapkan aku pada persidangan-Nya, tentu lebih-lebih lagi tersiksanya aku, tentu lebih-lebih lagi menyesalnya aku.
Kejadian itu telah menginggatkan aku tentang suatu hari, aku mulai menghitung-hitung diri, sudahkah aku mempersiapkannya, aku tidak ingin menyesal, karena kelalaianku di dunia sehingga aku tidak dapat menatap purnama Rabbku yang agung…
Ya Rabbana, ajari aku tentang banyak hal… Biarkan ku genggam dunia ini dengan tangan kiri ku, dan kurengkuh Jannah-Mu dengan tangan kananku agar tawazun hidupku, walaupun aku menyadari, betapa lemahnya jari-jariku tanpa subsidi dari-Mu…..
Aku langsung tidur? ternyata tidak, aku harus mempersiapkan bahan mengajar besok pagi. Kubuka Basic Financial Managemen-nya Athur Keown, lambat kubaca mengenai bond and stock. Awal-awalnya mataku masih bisa diajak kompromi, tapi karena keletihan bergumul dengan waktu dari pagi hingga sore hari kemaren, pertahanan fisikkupun roboh.
Kulirik jam tua yang bergantung di dinding, ah sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, aku letih sekali, aku tidak bisa meneruskan bacaanku, sebaiknya aku tidur… Namun perang batin mulia berkobar dalam hati dan kantukku, hati yang satu mengatakan, “Jangan tidur dulu, kamu belum memahami betul materi besok pagi, apa yang akan kamu ajarkan besok, bagaimana kalau mahasiswa bertanya, apakah kamu siap menjawabnya, mengajar adalah amanah dari Allah loh”.
Hatiku yang satu lagi mengatakan, “Sudahlah, tidur saja, kesehatan lebih utama, pasti kamu bisa mengatasi materi kuliah besok di kelas, bukankah materi itu juga sudah pernah kamu berikan semester dulu, kamu pasti bisa”. Hati ku galau, malam itu aku benar-benar tidak bisa konsentrasi, aku tak bisa memahami penuturan Athur Keown, kantuk berkuasa atas diriku. Apa yang kubaca hanya sedikit saja yang menempel, akhirnya aku memutuskan untuk tidur, minimal 2 jam saja, agar aku bisa gelar sajadah di akhir pertiga malam. Akupun terlelap, hitungan matematik mengenai bond and stock versi Athur Keown tetap tidak aku pahami.
Nekat, aku betul-betul nekat memberanikan diri masuk kelas. Dengan sedikit bekal membaca setelah subuh, aku mulai menguraikan satu persatu materi yang harus aku sampaikan. Menit-menit pertama aku masih bisa mrnguasai diri. Oh my God, ternyata aku benar-benar tidak siap, selanjutnya lidah ku kelu, aku nervous. Ratusan pasang mata di depan ku seolah-olah siap melumatku hidup-hidup. Sebentar-sebentar tanganku sibuk membolak-balik textbook.
Aku berusaha menenangkan diri, tapi keringat dingin tak kuasa kuhentikan mengalir. Waktu dua jam terasa begitu lama, aku tersiksa karena ketidaksiapan ini. Ingin rasanya aku kabur, melarikan ketidakberdayaaanku, menyembunyikan kekuranganku. Ya Rabbana, ampuni atas ketidakamanahanku hari ini, maafkan aku, aku tidak siap hari ini, begitu gumam hatiku pilu.
Kuturuni anak tangga, langkah ku gontai, aku menyesal sekali tidak mempersiapkan diri. Seandainya aku tidak teruskan menulisku sampai larut malam, seandainya aku tidak menunda-nunda pekerjaan, seandainya aku tidak, ah..seribu seandainya jadi kambing hitam, yah seandainya saja aku menyadari kewajibanku, tentu tidak akan begini jadinya, aku mengutuki diri ku sendiri.
Kejadiaan pagi itu benar-benar menjadi catatan sendiri dalam proses kehidupanku, aku ambil hikmahnya. Allah telah membukakan mata hatiku tentang sebuah kewajiban dan tanggungjawab, tidak saja terhadap pekerjaan ku, tapi juga amanah diriku sebagai khalifah di muka bumi ini.
Suatu hari nanti, dimana sangkakala ditiupkan, dunia dihancurkan, aku akan dimintai tanggung jawab. Tidak saja aku sendirian yang ditanyai, tapi seluruh makhluk, akankah aku siap?
Persiapanku untuk menghadapi hari yang sudah pasti itu tentu lebih utama dari sekedar persiapanku atas urusan dunia. Tapi aku sering tidak menyadarinya, aku sering lupa. Jika menghadapi mahasiswa saja bila tidak siap, sudah begitu membuatku tersiksa, bagaimana kelak jika aku tidak mempunyai persiapan apa-apa, apa yang akan aku katakan jika aku ditanyai-Nya, apa jawabanku jika Rabbku menghadapkan aku pada persidangan-Nya, tentu lebih-lebih lagi tersiksanya aku, tentu lebih-lebih lagi menyesalnya aku.
Kejadian itu telah menginggatkan aku tentang suatu hari, aku mulai menghitung-hitung diri, sudahkah aku mempersiapkannya, aku tidak ingin menyesal, karena kelalaianku di dunia sehingga aku tidak dapat menatap purnama Rabbku yang agung…
Ya Rabbana, ajari aku tentang banyak hal… Biarkan ku genggam dunia ini dengan tangan kiri ku, dan kurengkuh Jannah-Mu dengan tangan kananku agar tawazun hidupku, walaupun aku menyadari, betapa lemahnya jari-jariku tanpa subsidi dari-Mu…..
yelsandra
Sumber:
Eramuslim

Tidak ada komentar:
Posting Komentar