Selasa, 07 Mei 2013
Bahaya Ghibah bagi Gerakan Dakwah
Ghibah sangat berbahaya bagi gerakan dakwah. Karena salah satu faktor yang dapat merusak barisan, mengurai ikatan, dan menggunang bangunan dakwah menurut Ustadz Fathi Yakan, adalah lahirnya perilaku suka bergunjing, mengadu domba, mengintai aib orang lain, banyak bicara, dan tersebarnya itu semua tanpa kendali dengan alasan memperbaiki keadaan melalui amar makruf nahi munkar.
Penyakit yang berbahaya ini, lanjut beliau, sayangnya telah mewarnai gerakan Islam diseluruh wilayah Islam, baik di lingkup lokal, regional, maupun negara. Hasilnya adalah: rasa rendah diri, goncangannya barisan, tiadanya tsiqah, serta tersingkapnya kelemahan harokah di hadapan musuh.
Membudayanya sikap suka bicara dan menceritakan apa yang didengar tanpa seleksi dapat menyebabkan gerakan Islam hancur. Bermula dari mencela qiyadah lalu meragukan konsep, akhirnya hancurlah bangunan harakah sama sekali.
Ustadz Fathi yakan menegaskan nasehatnya kepada para pengemban dakwah yang berperilaku seperti itu untuk takut kepada Allah dari menodai kehormatan saudara-saudaranya. Jangan sampai mereka melukai saudara-saudaranya itu seperti seorang dokter memotong-motong jenazah, atau seperti tukang jagal memotong hewan, tanpa menjaga ucapan dan etika perbedaan antar sesama, obyektifitas dalam mengkritik, serta memperhatikan pilihan kata yang tepat ketika melemparkan pembicaraannya.
Hendaknya mereka memperhatikan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar"(QS. Al-Ahzab, 33:70-71)
Mereka pun hendaknya merenungkan hadits berikut:
Dari Sufyan bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Saya bertanya 'Wahai Rasulullah, katakan kepadaku sesuatu yang bisa kujadikan pegangan:' Beliau menjawab, 'Katakan bahwa Tuhanku adalah Allah lalu istiqomahlah.' Saya bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, apa yang paling Anda khawatirkan atas diriku?' Rasulullah menunjuk mulutnya sendiri dan berkata, 'ini'"(HR.Tirmidzi).
Kemudian hendaknya mereka mengindahkan sabda Nabi shalallahu'alaihi wa sallam,
"Sungguh salah seorang diantara kalian berbicara dengan kata-kata yang membuat murka Allah tanpa dipertimbangkan akibatnya, maka Allah menetapkan dengan ucapannya itu murka-Nya hingga hari kiamat"(HR.Tirmidzi)
Jadi, virus ghibah ini harus diberantas, dan dihambat pertumbuhannya. Terutama di lingkungan pergerakan dakwah. Karena bagaimana kita akan mengobati penyakit-penyakit umat, jika para aktivis, da'i, ustadz dan ulamanya tidak mengobati penyakit-penyakitnya sendiri?
Wallahu a'lam....
Al Intima edisi 015
Senin, 06 Mei 2013
Dua Laut Yang Tidak Pernah Bercampur (Surat Ar-Rahman: 19-20)
Beberapa hari yang lalu saya baru saja usai menuntaskan mengaji Surat Ar-Rahman. Setiap selesai shalat Maghrib saya punya kebiasaan mengaji Al-Quran. Surat Ar-Rahman adalah surat yang “ajaib” menurut saya, karena di dalamnya Tuhan berulangkali menjelaskan “Maka, nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan?”. Saya ingin mengulas posting tentang surat ini pada lain waktu, insya Allah.
Tadi pagi saya menerima kiriman foto dari rekan dosen ITB melalui milis. Ini foto yang mengagumkan, sebab foto ini membuktikan kebenaran Surat Ar-Rahman ayat 19 dan 20 yang berbunyi:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman:19-20)
Inilah foto tersebut, yang memperlihatkan aliran dua lautan yang tidak pernah bercampur, seolah-olah ada sekat atau dinding yang memisahkannya.
Subhanallah, Maha Besar Allah Yang Maha Agung. Ternyata air laut yang tidak bercampur itu benar-benar ada. Saya sudah sering membaca ayat tersebut, tapi masih belum tahu di mana gerangan air laut yang tidak pernah bercampur itu. Ayat lain yang menceritakan fenomena yang sama terdapat pada Surat Al-Furqan ayat 53 yang berbunyi:
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S. Al-Furqaan:53)
Dua lautan yang tidak bercampur itu terletak di Selat Gibraltar, selat yang memisahkan benua Afrika dan Eropa, tepatnya antara negera Maroko dan Spanyol
Dari hasil googling saya di internet, saya menemukan penjelasan ilmiah tentang laut tersebut. Berikut hasil kutipan saya saya dari berbagai sumber di internet:
Arus Selat Gibraltar memang sangat besar di bagian bawahnya. Hal ini dikarenakan perbedaan suhu, kadar garam, dan kerapatan air (density)nya. Air laut di Laut Tengah (Mediterania) memiliki kerapatan dan kadar garam yang lebih tinggi dari air laut yang ada di Samudera Atlantik. Menurut sifatnya, air akan bergerak dari kerapatan tinggi ke daerah dengan kerapatan air yang lebih rendah. Sehingga arus di selat Gibraltar bergerak ke barat, menuju Samudera Atlantik. Lalu apakah air ini akan bercampur dengan air di Samudera Atlantik?
TIDAK!. Lho?? Ternyata ketika air laut dari Laut Tengah menuju Samudera Atlantik, mereka tidak mencampur. Seakan ada sekat yang memisahkan kedua jenis air ini. Bahkan batas antara kedua air dari dua buah laut ini sangat jelas. Air laut dari Samudera Atlantik berwarna biru lebih cerah. Sedangkan air laut dari Laut Tengah berwarna lebih gelap. Inilah keajaiban alam. Tidak hanya itu yang aneh dari perilaku dari kedua air laut ini. Ternyarta, air laut dari laut Tengah yang tidak mau bercampur dengan air laut dari Samudera Atlantik ini menyusup dibawah air laut yang berasal dari Samudera Atlantik. Air dari Laut Tengah ini menyusup di bawah air dari Samudera Atlantik di bawah kedalaman 1000 meter dari permukaan Samudera Atlantik.
Saya terkagum-kagum dengan fenomena alam ciptaan Allah SWT. Al-Quran sudah menyebutkan fenomena ini 15 abad yang lalu, dan ilmu pengetahuan modern mengungkapkannya pada abad 20.
Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan? Maha benar Allah Yang Maha Agung.
fb: Mukjizat dan doa
Kamis, 02 Mei 2013
Mendung Petanda Hujan (iptek anak)
Saat musim hujan tiba, mama dan papa pasti khawatir jika kita pergi
ke luar rumah tanpa membawa payung. Karenanya, kita terbiasa menengadahkan
kepala ke atas, memandang langit untuk menebak apakah sebentar lagi akan turun
hujan atau tidak dengan melihat warna awan. Jika awan berwarna abu-abu atau
kehitaman, tandanya tak lama lagi akan turun hujan. Semakin pekat dan gelap
warna awan, hujannya bakal semakin deras.
Menurut Richard Brill, asisten profesor di Honolulu Comminity College, Hawaii, untuk mengetahui jawabannya, ada beberapa hal yang perlu dipahami. Awan mendung sebetulnya tersusun atas butiran-butiran kecil air dan kristal es bila suhu udara cukup dingin. Nah, pada awan yang tipis, kebanyakan sinar matahari yang menerpanya akan diteruskan, sehingga akan tampak berwarna keputihan jika dilihat dari permukaan bumi. Namun pada awan yang pekat dan tebal, akan sedikit sinar matahari yang mampu menembusnya. Semakin tebal awan tersebut, sinar yang diteruskan semakin sedikit. Akibatnya, awan yang tebal akan tampak berwarna gelap di permukaan bawahnya, namun masih menghamburkan semua cahaya. Kita melihatnya berwarna abu-abu.
Awan mendung, menurut Douglas Wesley, pakar meteorologi dari the Cooperative Program for Operational Metereology, Education and Training (COMET) memang mengandung berton-ton air. Air ini siap tertumpah ke bumi. Lalu mengapa awan yang mengandung berton-ton air itu tidak jatuh ya?
Inilah uniknya, teman-teman. Ternyata, meskipun jumlahnya banyak, ukuran butiran air dan es yang membentuk awan hitam sangatlah kecil. Karenanya, butiran-butiran yang sangat ringan ini tidak jatuh, melainkan melayang-layang di udara. Secara sederhana, kamu bisa membayangkan butiran debu. Ketika sinar matahari memasuki rumah melalui lubang atap yang bocor, kamu bisa melihat dengan jelas butiran debu yang melayang-layang di udara, seperti itulah butiran air dan es di awan.
Teman-teman, begitulah sedikit cerita tentang awan mendung. Selama ini mungkin kita terbiasa melihatnya sebagai hal yang sederhana saja dan tak pernah berpikir jauh tentang warna awan. Padahal Pencipta alam semesta beserta segala isinya adalah Allah, Pencipta Mahasempurna. Segala sesuatu yang diciptakan Allah pastilah senantiasa menarik untuk kita cermati lebih lanjut sehingga akan membuat kita kagum akan kebesaran-Nya. Tidak heran jika Allah menyuruh kita untuk memikirkan dan meneliti ciptaan Allah yang satu ini dalam ayat berikut:
Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih,
maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya… (QS. An Nuur,
24:43)
www.geocities.com
Si Jago Minum dari Padang Pasir (iptek anak)
Adik-adik, tahukah kalian bahwa Allah telah menciptakan binatang
istimewa yang hidup di padang pasir untuk melayani manusia yang ada di sana?
Dialah unta, hewan yang sangat ajaib. Tidak heran jika Allah menyeru kita agar
memperhatikan penciptaan unta dalam ayat berikut:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan.” (QS. Al-Ghaasyiyah, 88:17)
Jika kalian amati unta dengan baik, akan kalian saksikan bahwa
setiap bagian tubuhnya adalah keajaiban penciptaan.
Unta dapat bertahan hidup hingga 8 hari pada suhu 50OC tanpa makan
dan minum. Ketika menemukan sumber air, unta mampu meminum air sebanyak
sepertiga berat badannya dalam waktu 10 menit. Ini berarti 130 liter dalam
sekali minum. Jika dalam sehari kalian mampu meneguk 10 gelas air minum,
misalnya, maka unta dapat meminum sekitar 120 gelas air dalam waktu 10 menit.
Air ini disimpan dalam bentuk lemak pada punuk unta.
Unta mampu memakan duri tumbuhan. Selain itu, unta Dromedary mampu hidup dalam lingkungan bersuhu -52oC di dataran tinggi di Asia Tengah. |
Kebanyakan makanan di gurun pasir adalah kering dan berduri. Namun
pencernaan unta telah diciptakan sesuai dengan kondisi yang sulit ini. Gigi dan
mulutnya telah dirancang untuk memungkinkannya memakan duri tajam dengan mudah.
Perutnya juga memiliki desain khusus tersendiri sehingga cukup kuat untuk
mencerna hampir semua tumbuhan gurun pasir.
Allah juga telah menciptakan sistem perlindungan khusus pada unta
sehingga mampu bertahan terhadap badai pasir yang menyesakkan nafas dan
membutakan mata. Kelopak mata unta melindungi matanya dari debu dan butiran
pasir. Namun, kelopak mata ini juga tembus cahaya sehingga unta tetap dapat
melihat meskipun matanya tertutup. Bulu mata yang panjang dan tebal khusus
diciptakan untuk mencegah masuknya debu ke dalam matanya. Hidung unta juga
memiliki bentuk khusus sehingga dapat menutup ketika badai pasir menerpa.
Unta takkan terperosok ke dalam pasir gurun sekalipun membawa
muatan seberat ratusan kilogram. Ini karena kakinya telah diciptakan khusus
untuk berjalan di atas pasir. Telapak kaki yang lebar menahannya dari tenggelam
ke dalam pasir, dan berfungsi seperti pada sepatu salju. Kaki yang panjang
menjauhkan tubuhnya dari permukaan pasir yang panas membakar di bawahnya. Tubuh
unta tertutupi oleh rambut lebat dan tebal. Ini melindunginya dari sengatan
sinar matahari dan suhu padang pasir yang dingin membeku setelah matahari
terbenam. Beberapa bagian tubuhnya tertutupi sejumlah lapisan kulit pelindung
yang tebal. Lapisan-lapisan tebal ini ditempatkan di bagian-bagian tertentu yang
bersentuhan dengan permukaan tanah saat ia duduk di pasir yang amat panas. Ini
mencegah kulit unta agar tidak terbakar. Lapisan tebal kulit ini tidaklah tumbuh
dan terbentuk perlahan-lahan; tapi unta memang terlahir demikian.
inside-magazine.com
Minggu, 28 April 2013
Kisah Cinta Dari Masjid Kampus (7)
Oleh : Ayat Al Akrash
|
||
Hudzaifah.org
|
Kisah Cinta Dari Masjid Kampus (6)
Oleh : Ayat Al Akrash
Bram Menikah
Bram bercerita pada Andre bahwa ia akan menggenapkan setengah diennya dan Insya Allah dalam waktu dekat. Andre turut bahagia mendengar penuturan saudaranya itu. Namun Bram sendiri belum tahu siapa orangnya, karena ia percaya sepenuhnya kepada pilihan ustadznya. Mendengar itu, Andre percaya bahwa Allah akan memberi yang terbaik untuk Bram.
Seminggu kemudian Bram mendapat sebuah amplop dari ustadznya. Dengan hati berdebar, namun tetap tenang, ia membuka biodata sang akhwat. Bram termangu membaca nama calonnya itu… Sita Anggraini… Ya Rabbi… Sungguh tak akan lari gunung di kejar, gumam Bram.
Di tempat lain…, Sita juga menerima amplop dari murabbiyahnya dengan perasaan tenang. Ketika ia membuka dan membaca nama calonnya…. Bram Adhiyaksa…, Sita setengah berbisik menyebut nama itu. Ya Rabbi…
Proses ta’aruf (perkenalan) Bram dan Sita berlangsung singkat. Bram datang meminang ke rumah Sita. Pernikahan berlangsung sederhana dan menggunakan hijab yang berupa tanaman-tanaman. Puluhan aktivis rohis datang pada acara yang sangat bersejarah dalam kehidupan manusia itu.
Lagu-lagu nasyid diputar saat itu. Bram yang gemar dengan nasyid Izzis dan Shoutul Harakah terpaksa harus menggantinya dengan nasyid yang slow, karena tak mungkin di hari perhikahannya ia memutar nasyid genderang perang.
Keluarga Pejuang
“Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24). Suatu hari Bram merasa gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00.
Dia katakan pada Sita, "Dek…, kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam dakwah. Apa pantas sesudah dakwah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan dakwah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya, tapi kita pun cinta Allah". Bram pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari.
Aksi 12 Mei
Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan,
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta
Rasulullah SAW bersabda, “Di hari kiamat, Allah akan menaungi pemuda yang berani mengatakan yang haq di depan penguasa yang zalim.”
Berlandaskan hadits ini, aksi-aksi mahasiswa marak di berbagai daerah di tanah air.
Dan Aksi 12 Mei. Aktivis rohis yang bergabung, berjumlah dua ratus orang lebih. Bram ikut memimpin gerakan mahasiswa untuk merobohkan rezim
Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Bram dan aktivis rohis lainnya, mendesain sebuah aksi turun ke jalan, untuk kali yang pertama.
Namun tak disangka, aparat bersikap repsesif. Mahasiswa berlari ke dalam kampus menyelamatkan diri dari tembakan aparat. Bram yang berada di depan terkena tembakan peluru di perutnya. Seorang Satgas dari Senat berhasil menariknya ke dalam kampus sebelum sempat dipukuli oleh aparat.
Dan yang terjadi selanjutnya mirip dengan perjuangan intifadah rakyat Palestina. Dimana mahasiswa berusaha mempertahankan diri dengan melemparkan batu, botol aqua dan apa saja yang bisa dipungut di jalan kepada aparat yang bersenjata api.
Balasan yang 'sangat amat baik sekali' dari aparat keamanan. Tiap kali terdengar letusan senapan yang keras dan menggetarkan kaca-kaca di
Gedung M, massa mahasiswa spontan berteriak 'Allahu Akbar'. Mahasiswa yang tidak kuat menahan emosi berteriak-teriak istighfar dan mengutuk perbuatan aparat bermoral binatang. Karena bantuan alat-alat medis yang kurang, korban dibawa ke Gedung I.
Inna Lillahi Wa Ina Lillahi Roji'un, mahasiwa yang sedang berbaring ini sudah tidak bernyawa. “Tidak ada nafasnya!” seru seorang rekan ketika tidak merasakan aliran nafas dari hidungnya. Tidak kuat menahan emosi yang sedang terjadi, beberapa mahasiswa beristighfar menyebut nama Allah Swt, dan lainnya menyerukan untuk mengadakan pembalasan, sebagian lagi berusaha menahan emosi rekannya. "Tidak ada gunanya dilawan", "Jangan ada korban lagi", semuanya mundur, rekan kita sudah ada yang meninggal, Mundur semua!” jerit beberapa rekan mahasiwa.
Mahasiswa-mahasiwa yang berada di barisan depan terus melempari petugas dan berteriak-teriak histeris. Kabar kematian rekan mahasiswa tampaknya malah membakar emosi mahasiswa barisan depan tersebut.
Bram Meninggal
Bram dalam kondisi kritis. Darah mengalir deras. Teman-teman segera membawanya ke rumah sakit. “Bram…. Bram….,” panggil Andre dengan wajah sangat cemas. Bram melihat wajah Andre, semula jelas… namun pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.
Sudah satu bulan Bram ada di rumah sakit. Banyak aktivis yang menjenguknya. Dan pada minggu ke enam, Bram sudah diperbolehkan pulang ke rumah.
Namun sejak penembakan itu, Bram tak bisa lagi berjalan seperti biasa. Karena pukulan keras di kepalanya dari aparat, membuatnya sering pusing.
Pun tembakan di perutnya, meninggalkan luka yang membekas dan terkadang sangat sakit ia rasakan. Namun meskipun demikian, Bram masih mengontrol jalannya aktivitas da’wah di kampus melalui HPnya. Terkadang para ikhwah bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan dalam da’wah. Ataupun sekedar ber-sms untuk bertanya tentang Islam. Dan hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi Andre.
Suatu hari, ada rapat mendesak yang membutuhkan kehadiran Bram. Walau sang isteri sudah berusaha mencegahnya, namun Bram tetap bersikeras. Ia dijemput Andre. Dan mereka bersama-sama menuju tempat syuro. Syuro itu berlangsung satu hari penuh.
Pukul 02.00, Bram tiba di depan rumah. Ternyata sang isteri tercinta telah menantinya. Bram duduk di kursi tamu, melepas kepenatan. Sita berjongkok di hadapan Bram dan membukakan kaos kakinya. “Wah…, Mama .. baik sekali,” ujar Bram dengan nada lembut. Sita terdiam. Ia menyunggingkan senyum. Entah mengapa, hari ini perasaan Sita tidak enak. Ia ingin selau berada di dekat suaminya. “Air panasnya sudah siap, Bang…,” Sita mengambilkan handuk. Bram terduduk di kursi sambil memegang agenda syuro. Ia segera membersihkan diri malam itu.
Saat subuh menjelang. Suhu badan Bram sangat tinggi, ia menggigau. Sita panik, tetapi ia tetap berusaha berfikir jernih. Ia segera menghubungi abang kandungnya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Mereka lantas bersama-sama membawa Bram pergi ke rumah sakit. Semua ikhwah menjenguknya. Sudah seminggu Bram ada di rumah sakit. Sita senantiasa membacakan Al Qur’an di samping Bram. Sakitnya kian memburuk.
**
Suatu malam di Rumah Sakit... Bram memanggil Sita… dan memberi isyarat agar Sita mendekat. Sita segera mendekatkan telinganya di dekat wajah
Bram. Ia berwasiat, “Dek… jaga diri baik-baik. Dirikan shalat. Jaga anak kita nanti, didik ia menjadi mujahid di jalan Allah,” ujar Bram. Sita yang kandungannya telah berusia delapan bulan, sudah tak terbendung lagi air matanya. Ia menangis terisak-isak. Demi mendengar isakan tangis Sita, Andre terbangun dari tidurnya dan mendekati Bram. Beberapa ikhwan yang tengah menunggu di luar kamar pasien, juga terbangun. Bram menghadapi sakaratul maut. Sita dan Andre membimbing Bram agar mengucapkan “Laa illaha ilallah…”, namun lidah Bram yang setiap harinya memang tak lepas dari zikir, dapat dengan lancar mengucapkannya.
“Innalilahi wa inna ilaihi raji’un….” Andre mengucapkannya dengan nada tertahan, ketika tubuh Bram sudah lemas dan terbujur kaku.
Semua ikhwan yang menyaksikan hal itu, terdiam. Kepala mereka tertunduk…
Sepeninggal Bram, semua yang dirintisnya membuahkan hasil. Demi mendengar kisah kegigihannya dalam menegakkan Islam, telah membangkitkan militansi puluhan aktivis lainnya. Dan dari puluhan aktivis ini, lahirlah mujahid-mujahid baru. Regenerasi terus berlanjut. Mewariskan nilai-nilai keislaman yang telah Bram tanamkan di dalam diri teman-temannya. Pun bagi Andre, Bram adalah sosok teladan yang selau memberi motivasi kepada dirinya. intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum.
Bram Menikah
Bram bercerita pada Andre bahwa ia akan menggenapkan setengah diennya dan Insya Allah dalam waktu dekat. Andre turut bahagia mendengar penuturan saudaranya itu. Namun Bram sendiri belum tahu siapa orangnya, karena ia percaya sepenuhnya kepada pilihan ustadznya. Mendengar itu, Andre percaya bahwa Allah akan memberi yang terbaik untuk Bram.
Seminggu kemudian Bram mendapat sebuah amplop dari ustadznya. Dengan hati berdebar, namun tetap tenang, ia membuka biodata sang akhwat. Bram termangu membaca nama calonnya itu… Sita Anggraini… Ya Rabbi… Sungguh tak akan lari gunung di kejar, gumam Bram.
Di tempat lain…, Sita juga menerima amplop dari murabbiyahnya dengan perasaan tenang. Ketika ia membuka dan membaca nama calonnya…. Bram Adhiyaksa…, Sita setengah berbisik menyebut nama itu. Ya Rabbi…
Proses ta’aruf (perkenalan) Bram dan Sita berlangsung singkat. Bram datang meminang ke rumah Sita. Pernikahan berlangsung sederhana dan menggunakan hijab yang berupa tanaman-tanaman. Puluhan aktivis rohis datang pada acara yang sangat bersejarah dalam kehidupan manusia itu.
Lagu-lagu nasyid diputar saat itu. Bram yang gemar dengan nasyid Izzis dan Shoutul Harakah terpaksa harus menggantinya dengan nasyid yang slow, karena tak mungkin di hari perhikahannya ia memutar nasyid genderang perang.
Keluarga Pejuang
“Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24). Suatu hari Bram merasa gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00.
Dia katakan pada Sita, "Dek…, kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam dakwah. Apa pantas sesudah dakwah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan dakwah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya, tapi kita pun cinta Allah". Bram pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari.
Aksi 12 Mei
Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan,
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta
Rasulullah SAW bersabda, “Di hari kiamat, Allah akan menaungi pemuda yang berani mengatakan yang haq di depan penguasa yang zalim.”
Berlandaskan hadits ini, aksi-aksi mahasiswa marak di berbagai daerah di tanah air.
Dan Aksi 12 Mei. Aktivis rohis yang bergabung, berjumlah dua ratus orang lebih. Bram ikut memimpin gerakan mahasiswa untuk merobohkan rezim
Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Bram dan aktivis rohis lainnya, mendesain sebuah aksi turun ke jalan, untuk kali yang pertama.
Namun tak disangka, aparat bersikap repsesif. Mahasiswa berlari ke dalam kampus menyelamatkan diri dari tembakan aparat. Bram yang berada di depan terkena tembakan peluru di perutnya. Seorang Satgas dari Senat berhasil menariknya ke dalam kampus sebelum sempat dipukuli oleh aparat.
Dan yang terjadi selanjutnya mirip dengan perjuangan intifadah rakyat Palestina. Dimana mahasiswa berusaha mempertahankan diri dengan melemparkan batu, botol aqua dan apa saja yang bisa dipungut di jalan kepada aparat yang bersenjata api.
Balasan yang 'sangat amat baik sekali' dari aparat keamanan. Tiap kali terdengar letusan senapan yang keras dan menggetarkan kaca-kaca di
Gedung M, massa mahasiswa spontan berteriak 'Allahu Akbar'. Mahasiswa yang tidak kuat menahan emosi berteriak-teriak istighfar dan mengutuk perbuatan aparat bermoral binatang. Karena bantuan alat-alat medis yang kurang, korban dibawa ke Gedung I.
Inna Lillahi Wa Ina Lillahi Roji'un, mahasiwa yang sedang berbaring ini sudah tidak bernyawa. “Tidak ada nafasnya!” seru seorang rekan ketika tidak merasakan aliran nafas dari hidungnya. Tidak kuat menahan emosi yang sedang terjadi, beberapa mahasiswa beristighfar menyebut nama Allah Swt, dan lainnya menyerukan untuk mengadakan pembalasan, sebagian lagi berusaha menahan emosi rekannya. "Tidak ada gunanya dilawan", "Jangan ada korban lagi", semuanya mundur, rekan kita sudah ada yang meninggal, Mundur semua!” jerit beberapa rekan mahasiwa.
Mahasiswa-mahasiwa yang berada di barisan depan terus melempari petugas dan berteriak-teriak histeris. Kabar kematian rekan mahasiswa tampaknya malah membakar emosi mahasiswa barisan depan tersebut.
Bram Meninggal
Bram dalam kondisi kritis. Darah mengalir deras. Teman-teman segera membawanya ke rumah sakit. “Bram…. Bram….,” panggil Andre dengan wajah sangat cemas. Bram melihat wajah Andre, semula jelas… namun pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.
Sudah satu bulan Bram ada di rumah sakit. Banyak aktivis yang menjenguknya. Dan pada minggu ke enam, Bram sudah diperbolehkan pulang ke rumah.
Namun sejak penembakan itu, Bram tak bisa lagi berjalan seperti biasa. Karena pukulan keras di kepalanya dari aparat, membuatnya sering pusing.
Pun tembakan di perutnya, meninggalkan luka yang membekas dan terkadang sangat sakit ia rasakan. Namun meskipun demikian, Bram masih mengontrol jalannya aktivitas da’wah di kampus melalui HPnya. Terkadang para ikhwah bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan dalam da’wah. Ataupun sekedar ber-sms untuk bertanya tentang Islam. Dan hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi Andre.
Suatu hari, ada rapat mendesak yang membutuhkan kehadiran Bram. Walau sang isteri sudah berusaha mencegahnya, namun Bram tetap bersikeras. Ia dijemput Andre. Dan mereka bersama-sama menuju tempat syuro. Syuro itu berlangsung satu hari penuh.
Pukul 02.00, Bram tiba di depan rumah. Ternyata sang isteri tercinta telah menantinya. Bram duduk di kursi tamu, melepas kepenatan. Sita berjongkok di hadapan Bram dan membukakan kaos kakinya. “Wah…, Mama .. baik sekali,” ujar Bram dengan nada lembut. Sita terdiam. Ia menyunggingkan senyum. Entah mengapa, hari ini perasaan Sita tidak enak. Ia ingin selau berada di dekat suaminya. “Air panasnya sudah siap, Bang…,” Sita mengambilkan handuk. Bram terduduk di kursi sambil memegang agenda syuro. Ia segera membersihkan diri malam itu.
Saat subuh menjelang. Suhu badan Bram sangat tinggi, ia menggigau. Sita panik, tetapi ia tetap berusaha berfikir jernih. Ia segera menghubungi abang kandungnya yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Mereka lantas bersama-sama membawa Bram pergi ke rumah sakit. Semua ikhwah menjenguknya. Sudah seminggu Bram ada di rumah sakit. Sita senantiasa membacakan Al Qur’an di samping Bram. Sakitnya kian memburuk.
**
Suatu malam di Rumah Sakit... Bram memanggil Sita… dan memberi isyarat agar Sita mendekat. Sita segera mendekatkan telinganya di dekat wajah
Bram. Ia berwasiat, “Dek… jaga diri baik-baik. Dirikan shalat. Jaga anak kita nanti, didik ia menjadi mujahid di jalan Allah,” ujar Bram. Sita yang kandungannya telah berusia delapan bulan, sudah tak terbendung lagi air matanya. Ia menangis terisak-isak. Demi mendengar isakan tangis Sita, Andre terbangun dari tidurnya dan mendekati Bram. Beberapa ikhwan yang tengah menunggu di luar kamar pasien, juga terbangun. Bram menghadapi sakaratul maut. Sita dan Andre membimbing Bram agar mengucapkan “Laa illaha ilallah…”, namun lidah Bram yang setiap harinya memang tak lepas dari zikir, dapat dengan lancar mengucapkannya.
“Innalilahi wa inna ilaihi raji’un….” Andre mengucapkannya dengan nada tertahan, ketika tubuh Bram sudah lemas dan terbujur kaku.
Semua ikhwan yang menyaksikan hal itu, terdiam. Kepala mereka tertunduk…
Sepeninggal Bram, semua yang dirintisnya membuahkan hasil. Demi mendengar kisah kegigihannya dalam menegakkan Islam, telah membangkitkan militansi puluhan aktivis lainnya. Dan dari puluhan aktivis ini, lahirlah mujahid-mujahid baru. Regenerasi terus berlanjut. Mewariskan nilai-nilai keislaman yang telah Bram tanamkan di dalam diri teman-temannya. Pun bagi Andre, Bram adalah sosok teladan yang selau memberi motivasi kepada dirinya. intanshurullah yan shurkum wa yutsabbit aqdamakum.
Kisah Cinta Dari Masjid Kampus (5)
Oleh : Ayat Al Akrash
SEMINAR AKBAR, KEMENANGAN
Andre yang notabene adalah Ketua Departemen Syi’ar, menjadi Ketua pula dalam acara seminar yang akan digelar. Ia membentuk struktur panitia.
Acara ini tergolong besar, karena akan melibatkan dosen dan mahasiswa. Target pencapaian adalah 500 peserta. Itu berarti peserta akan memenuhi ruang auditorium di kampus tersebut.
Zaid, yang ahli dalam membuat tulisan, membuat sebuah artikel yang sangat bagus akan pentingnya seminar ini. Ia memasukkannya dalam koran kampus yang memang independen, sehingga ia tak mendapatkan halangan yang berarti.
Roy pun memanfaatkan keahliannya dalam dunia maya dengan menjaring massa melalui dunia cyber. Ia menggunakan email, mailis, situs, Yahoo Messenger dan Friendster untuk menyebarkan berita ini. Dan tulisan-tulisan Zaid ia muat dalam setiap pesannya dalam internet. Bram, yang memiliki karisma dalam dirinya, mengajak para dosen untuk berpartisipasi dalam acara seminar ini. Ia menggunakan cara-cara yang ahsan dan menawan hati.
Sita, Laras dan Riska menjalankan amanahnya mengajak para muslimah untuk hadir dalam seminar. Mereka kerap mempublikasikannya dalam kajian keputrian yang setiap minggunya dihadiri oleh tak kurang dari 50 muslimah, di setiap Jum’at.
Dalam mempersiapkan kegiatan ini, tak jarang, Andre dan teman-temannya harus pulang malam untuk mengadakan rapat-rapat. Dan di siang hari, mereka aktif mencari sponsor demi terselenggaranya kegiatan. Lelah. Inilah yang dirasakan Andre dan jajaran kepanitiaanya.
“Kamu kenapa?” Bram seakan menangkap kegalauan hati saudaranya yang tengah termenung di sekret rohis. Ia memperhatikan bahwa Andre sedikit melemah semangat dakwahnya. Andre hanya terdiam.
“Ingat…, disana.. di Pelestina.., saudara-saudara kita tengah berjuang. Apa yang kita lakukan di sini, belumlah seberapa dibandingkan mereka,” ujar Bram sambil menatap dalam kepada Andre. Andre merasa malu, karena Bram mengetahui kegalauan hatinya. Dan ucapan Bram itu seakan menjadi air sejuk di tengah kegersangan hatinya.
Hari H pun akhirnya datang. Andre melakukan briefing kepada panitia, saat pagi hari. Tiket telah terjual habis, bahkan masih ada yang ingin memesan tiket. Dan diperkirakan ruangan akan melebihi kapasitas. “Semoga Allah selalu meluruskan niat-niat kita saat menapaki jalannya. Hadir di sini semata-mata karena Allah,” ujar Andre untuk memotivasi panitia. Seluruh sie melaporkan tugasnya. Cek dan ricek.
Ticketing di depan ruangan seminar telah bersiap-siap. Semua anggota rohis memakai jaket almamater. Mereka bak tentara-tentara Allah yang bersiap-siap di posnya masing-masing. Acara ini mendapat sambutan yang sangat baik dari para dosen, pun mahasiswa. Para mahasiswa berbondong-bondong tertarik untuk mengikuti program menthoring yang diselenggarakan oleh rohis.
Kesolidan Antar Departemen
Bram dan Andre telah menyiapkan 20 menthor. Menthoring diadakan untuk mendidik seorang muslim agar akidahnya bersih, akhlaknya solid, ibadahnya benar, pikirannya intelek, tubuhnya kuat, mampu memanfaatkan waktu, dan bermanfaat bagi orang lain. Dari seminar itu, paling tidak, terbentuklah 20 kelompok menthoring, yang masing-masing kelompok, ada 8 orang. Itu berarti ada 160 orang yang terekrut melalui seminar tersebut.
Karena kesolidan Departemen Pengembangan Sumber Daya Muslim (DPSDM) dan Departemen Syi’ar, maka proses rekruitmen dan pembinaan berjalan lancar. Bram, Roy, Zaid dan Andre hanya bisa mengucap hamdalah akan kemenangan ini.
Berbondong-Bondong Berjilbab
Sita tengah sibuk mendata barang-barang di sekret. Pintu sekret terbuka dan… Sita melihat rok panjang berwarna hitam. Ia mendongak ke atas dan terlihatlah wajah Riska yang sedang tersenyum malu-malu dengan jilbab putihnya. Untuk sesaat Sita terperangah, dan kemudian cepat-cepat tersadar dan memberikan selamat kepadanya. Sita memeluk Riska erat sekali. Alhamdulillah… ujarnya.
Semenjak itu, bagaikan kartu domino. Mahasiswi yang lainpun berjilbab. Selama sebulan, sudah ada 20 orang yang berjilbab. Bahkan sampai muncul istilah ditengah-tengah mereka bahwa ada “Taubat massal.”
Suasana sekret akhwat kian ramai dihiasi canda tawa para akhwat. Tak jarang mereka melakukan aksi smack down, antar mereka. Mereka semua bersama-sama membantu gerak da’wah. Dan Andre senantiasa mengetuk jendela akhwat agar tidak terlalu berisik. Hi..hi..hi… para akhwat bukannya diam, tetapi semakin ramai. Andre hanya geleng-geleng kepala. Dan Bram tersenyum melihat sikap Andre.
Persiapan Dauroh
Rohis mengadakan dauroh (pelatihan) yang merupakan alur terakhir dari organisasi tersebut. Bram, Andre, Zaid dan Roy melakukan survey di daerah Gunung Bunder. Mereka berempat memakai ikat kepala putih dan membawa ransel besar. Persiapan untuk naik gunung.
Mereka telah mempersiapkan dauroh ini selama satu bulan lebih. Waktu, tenaga, pikiran dan juga uang, mereka korbankan demi terselenggaranya kegiatan dauroh tersebut. Jalur-jalur yang akan dilalui peserta, mereka beri tanda. Namun tak terasa, malam telah menjelang. Dan sesuatu yang aneh terjadi, mereka tak bisa menemukan jalan pulang. Padahal seharusnya jalan yang dilalui tidaklah terlalu sulit. Mereka kembali menyusuri jalan. Hawa dingin dan malam yang pekat. Hanya berbekal dua senter.
Pukul 22.00. Mereka kemudian sadar bahwa sedari tadi hanya berputar-putar di satu tempat. Bram berkata, “Sepertinya ini sudah bukan dunia manusia lagi, sebaiknya kita membaca ayat kursi.” Andre, Roy dan Zaid mengiyakan. Dan sepanjang perjalanan, mereka membaca ayat kursi. Dengan doa, zikir dan tawakal, mereka akhirnya dapat turun gunung dengan selamat. Allahu Akbar!
Dauroh ini diikuti oleh 160 orang peserta. Mukhayyam selama 3 hari 2 malam. Tenda-tenda dibangun sendiri oleh peserta. Ikhwan dan akhwat berlomba mendirikan tenda masing-masing. Dauroh ini diisi dengan out bond, ceramah dan aneka games. Mendaki gunung. Dan yel-yel kelompok yang semakin menyemarakkan suasana.
Usai kegiatan, mereka semua berfoto bersama dengan pakaian penuh lumpur. Wajah puluhan ikhwan terlihat sangat gembira, dengan ikat kepala putih dan slayer biru. Para ikhwan berfoto sendiri dan berbaris rapi. Dan puluhan akhwatpun berfoto sendiri di tempat lainnya. Jilbab-jilbab mereka yang rapi, berkibar tertiup angin gunung. Mereka semua terlihat sangat kompak. Andre mengabadikan event itu dengan kameranya.
SEMINAR AKBAR, KEMENANGAN
Andre yang notabene adalah Ketua Departemen Syi’ar, menjadi Ketua pula dalam acara seminar yang akan digelar. Ia membentuk struktur panitia.
Acara ini tergolong besar, karena akan melibatkan dosen dan mahasiswa. Target pencapaian adalah 500 peserta. Itu berarti peserta akan memenuhi ruang auditorium di kampus tersebut.
Zaid, yang ahli dalam membuat tulisan, membuat sebuah artikel yang sangat bagus akan pentingnya seminar ini. Ia memasukkannya dalam koran kampus yang memang independen, sehingga ia tak mendapatkan halangan yang berarti.
Roy pun memanfaatkan keahliannya dalam dunia maya dengan menjaring massa melalui dunia cyber. Ia menggunakan email, mailis, situs, Yahoo Messenger dan Friendster untuk menyebarkan berita ini. Dan tulisan-tulisan Zaid ia muat dalam setiap pesannya dalam internet. Bram, yang memiliki karisma dalam dirinya, mengajak para dosen untuk berpartisipasi dalam acara seminar ini. Ia menggunakan cara-cara yang ahsan dan menawan hati.
Sita, Laras dan Riska menjalankan amanahnya mengajak para muslimah untuk hadir dalam seminar. Mereka kerap mempublikasikannya dalam kajian keputrian yang setiap minggunya dihadiri oleh tak kurang dari 50 muslimah, di setiap Jum’at.
Dalam mempersiapkan kegiatan ini, tak jarang, Andre dan teman-temannya harus pulang malam untuk mengadakan rapat-rapat. Dan di siang hari, mereka aktif mencari sponsor demi terselenggaranya kegiatan. Lelah. Inilah yang dirasakan Andre dan jajaran kepanitiaanya.
“Kamu kenapa?” Bram seakan menangkap kegalauan hati saudaranya yang tengah termenung di sekret rohis. Ia memperhatikan bahwa Andre sedikit melemah semangat dakwahnya. Andre hanya terdiam.
“Ingat…, disana.. di Pelestina.., saudara-saudara kita tengah berjuang. Apa yang kita lakukan di sini, belumlah seberapa dibandingkan mereka,” ujar Bram sambil menatap dalam kepada Andre. Andre merasa malu, karena Bram mengetahui kegalauan hatinya. Dan ucapan Bram itu seakan menjadi air sejuk di tengah kegersangan hatinya.
Hari H pun akhirnya datang. Andre melakukan briefing kepada panitia, saat pagi hari. Tiket telah terjual habis, bahkan masih ada yang ingin memesan tiket. Dan diperkirakan ruangan akan melebihi kapasitas. “Semoga Allah selalu meluruskan niat-niat kita saat menapaki jalannya. Hadir di sini semata-mata karena Allah,” ujar Andre untuk memotivasi panitia. Seluruh sie melaporkan tugasnya. Cek dan ricek.
Ticketing di depan ruangan seminar telah bersiap-siap. Semua anggota rohis memakai jaket almamater. Mereka bak tentara-tentara Allah yang bersiap-siap di posnya masing-masing. Acara ini mendapat sambutan yang sangat baik dari para dosen, pun mahasiswa. Para mahasiswa berbondong-bondong tertarik untuk mengikuti program menthoring yang diselenggarakan oleh rohis.
Kesolidan Antar Departemen
Bram dan Andre telah menyiapkan 20 menthor. Menthoring diadakan untuk mendidik seorang muslim agar akidahnya bersih, akhlaknya solid, ibadahnya benar, pikirannya intelek, tubuhnya kuat, mampu memanfaatkan waktu, dan bermanfaat bagi orang lain. Dari seminar itu, paling tidak, terbentuklah 20 kelompok menthoring, yang masing-masing kelompok, ada 8 orang. Itu berarti ada 160 orang yang terekrut melalui seminar tersebut.
Karena kesolidan Departemen Pengembangan Sumber Daya Muslim (DPSDM) dan Departemen Syi’ar, maka proses rekruitmen dan pembinaan berjalan lancar. Bram, Roy, Zaid dan Andre hanya bisa mengucap hamdalah akan kemenangan ini.
Berbondong-Bondong Berjilbab
Sita tengah sibuk mendata barang-barang di sekret. Pintu sekret terbuka dan… Sita melihat rok panjang berwarna hitam. Ia mendongak ke atas dan terlihatlah wajah Riska yang sedang tersenyum malu-malu dengan jilbab putihnya. Untuk sesaat Sita terperangah, dan kemudian cepat-cepat tersadar dan memberikan selamat kepadanya. Sita memeluk Riska erat sekali. Alhamdulillah… ujarnya.
Semenjak itu, bagaikan kartu domino. Mahasiswi yang lainpun berjilbab. Selama sebulan, sudah ada 20 orang yang berjilbab. Bahkan sampai muncul istilah ditengah-tengah mereka bahwa ada “Taubat massal.”
Suasana sekret akhwat kian ramai dihiasi canda tawa para akhwat. Tak jarang mereka melakukan aksi smack down, antar mereka. Mereka semua bersama-sama membantu gerak da’wah. Dan Andre senantiasa mengetuk jendela akhwat agar tidak terlalu berisik. Hi..hi..hi… para akhwat bukannya diam, tetapi semakin ramai. Andre hanya geleng-geleng kepala. Dan Bram tersenyum melihat sikap Andre.
Persiapan Dauroh
Rohis mengadakan dauroh (pelatihan) yang merupakan alur terakhir dari organisasi tersebut. Bram, Andre, Zaid dan Roy melakukan survey di daerah Gunung Bunder. Mereka berempat memakai ikat kepala putih dan membawa ransel besar. Persiapan untuk naik gunung.
Mereka telah mempersiapkan dauroh ini selama satu bulan lebih. Waktu, tenaga, pikiran dan juga uang, mereka korbankan demi terselenggaranya kegiatan dauroh tersebut. Jalur-jalur yang akan dilalui peserta, mereka beri tanda. Namun tak terasa, malam telah menjelang. Dan sesuatu yang aneh terjadi, mereka tak bisa menemukan jalan pulang. Padahal seharusnya jalan yang dilalui tidaklah terlalu sulit. Mereka kembali menyusuri jalan. Hawa dingin dan malam yang pekat. Hanya berbekal dua senter.
Pukul 22.00. Mereka kemudian sadar bahwa sedari tadi hanya berputar-putar di satu tempat. Bram berkata, “Sepertinya ini sudah bukan dunia manusia lagi, sebaiknya kita membaca ayat kursi.” Andre, Roy dan Zaid mengiyakan. Dan sepanjang perjalanan, mereka membaca ayat kursi. Dengan doa, zikir dan tawakal, mereka akhirnya dapat turun gunung dengan selamat. Allahu Akbar!
Dauroh ini diikuti oleh 160 orang peserta. Mukhayyam selama 3 hari 2 malam. Tenda-tenda dibangun sendiri oleh peserta. Ikhwan dan akhwat berlomba mendirikan tenda masing-masing. Dauroh ini diisi dengan out bond, ceramah dan aneka games. Mendaki gunung. Dan yel-yel kelompok yang semakin menyemarakkan suasana.
Usai kegiatan, mereka semua berfoto bersama dengan pakaian penuh lumpur. Wajah puluhan ikhwan terlihat sangat gembira, dengan ikat kepala putih dan slayer biru. Para ikhwan berfoto sendiri dan berbaris rapi. Dan puluhan akhwatpun berfoto sendiri di tempat lainnya. Jilbab-jilbab mereka yang rapi, berkibar tertiup angin gunung. Mereka semua terlihat sangat kompak. Andre mengabadikan event itu dengan kameranya.
Langganan:
Postingan (Atom)