Minggu, 28 April 2013

Kisah Cinta Dari Masjid Kampus (1)

Oleh : Ayat Al Akrash

 Tahun 2040

Seorang kakek-kakek duduk di sebuah sekret rohis kampus. Sekret itu berukuran 3x3 meter. Kecil, tapi sangat nyaman. Lantainya dialasi karpet coklat. Ada lemari file, kaca besar di sampingnya. Buku-buku Islam tersusun rapi di hadapan kakek itu duduk. Jendela terbuka lebar. Terdengar kicauan dari burung yang ada di dalam sangkar. Kerut-kerut di wajahnya sangat kentara. Rambutnya sudah memutih. Ia termenung. Kepalanya tertunduk. Ia tengah memandangi sebuah album foto. Tak jauh darinya, ada setumpuk album foto lainnya. Lama sekali ia memandangi album foto itu.

Seorang mahasiswa berbaju koko, masuk ke sekret dan sebelum duduk di sebelahnya, ia mengucap salam, sambil mengulurkan tangannya, mencium tangan kakek itu dan mencium pipi kiri dan kanan.

“Wa’alaikumsalam Wr Wb,” jawab sang kakek.

Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Kakek itu masih asyik menatapi foto-foto tersebut. Membuka-buka halamannya.

“Saya suka melihat foto-foto ini, dan saya tak kan pernah bosan melihatnya,” ujar kakek itu memecah kesunyian.

Matanya terlihat sayu dan memendam kerinduan yang mendalam. Mahasiswa itu terlihat tak mengerti, tapi kemudian ia berujar, “Ya, Pak saya pernah melihat foto-foto itu, sepertinya orang-orang di dalam foto itu sangat kompak ya.”

Mahasiswa itu mendekat dan ikut melihat foto-foto itu. “Lihatlah ikhwan-ikhwan ini, mereka semua sangat kompak,” kata kakek itu sambil menunjuk sebuah foto dan tiba-tiba wajah kakek itu terlihat sumringah.

“Tahukah kamu,… untuk mewujudkan ikhwan-ikhwan yang kompak seperti ini, ada pengorbanan dari para senior-senior kami dahulu dan juga dari teman-teman kami sendiri,” kakek itu menjelaskan.

Mahasiswa itu kemudian bertanya, “Bapak sendiri yang mana?” “Saya…, yang ini… Bersama teman-teman saya dulu…,” ujar kakek itu sambil menunjuk ke sebuah foto ikhwan yang memakai ikat kepala putih dan slayer biru saat mukhayyam di gunung.

Tiba-tiba pintu sekret terbuka dan ada enam orang ikhwan berbaju koko, memasuki sekret sambil tertawa riang dan bercerita panjang lebar. Begitu melihat kakek itu, mereka segera mengucap salam, dan bersalaman.

“Acaranya baru dimulai 10 menit lagi, Pak,” ujar seorang ikhwan berbaju biru.

“Eh, teman-teman, ini tadi beliau sedang cerita… Ternyata ada foto beliau ketika masih seusia kita, lho” ujar mahasiswa tadi.

“Wah, yang bener yah…,” seru seorang dari mereka.

Mereka berebutan untuk melihat album foto dan mengelilingi kakek itu. Terlihatlah foto-foto para aktivis kampus angkatan 1996. Ikhwan dan akhwatnya terlihat sangat kompak. Puluhan akhwat berjilbab rapi berdiri di belakang para ikhwan yang duduk berjongkok sambil memegang spanduk acara. Dan banyak lagi foto-foto yang serupa. Meski sudah 46 tahun yang lalu, namun foto-foto itu masih terjaga baik. Ya.., karena kakek itu menyimpannya…

Seorang mahasiswa memasuki sekret dan berkata, “Pak, acaranya sudah dimulai.” Mereka semua lalu keluar bersama-sama menuju tempat acara. Kakek itu berjalan menyusuri sepanjang koridor kampus menuju ruangan seminar. Dengan berjalan lambat-lambat, didampingi para mahasiswa. Sepanjang jalan ia disapa oleh setiap mahasiswa yang berpapasan dengannya. Meski kampus swasta, tetapi terlihat lebih mirip pesantren karena hampir semua mahasiswinya berjilbab dan mahasiswanya berbaju koko. Kakek itu hadir sebagai pembicara di sebuah seminar bertema, “Menyikapi Kemenangan Da’wah” yang disambut takbir ribuan peserta ikhwan dan akhwat di kampus itu. Kampus yang telah futuh.

Acara dibuka dengan tilawah dan diawali dengan tampilnya tim nasyid. Ketika tiba saatnya pada materi inti, sang moderator membacakan biodata pembicara. Setelah dipersilahkan untuk menyampaikan materi, kakek itu membukanya dengan basmallah. Ia sempat terdiam sesaat. Dipandanginya aula besar yang berisi ribuan mahasiswa dan mahasiswi. Matanya berkaca-kaca. Ia terkenang akan kenangan masa lalu. Pandangannya nanar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar